“kami siap melaksanakan program kemitraan konservasi, asal ada pendampingan dan ketegasan hukum yang jelas pak, tutur pak Taufiq selaku ketua KTHK Cinta Makmur di hadapan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser“
“Perwakilan ketua Kelompok KTHK sedang berdiskusi dengan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)”
Pada tanggal 4 November 2019, Kepala Balai Besar TNGL, Ir. Jefry Susyafrianto, MM dan tim didamping lembaga mitra yaitu Yayasan PETAI, WCS dan OIC melakukan kunjungan ke beberapa Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) yang ada di Resort Sekoci-Lepan. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan restorasi yang telah dilakukan oleh OIC, momentum ini juga dirancang oleh BBTNGL sebagai langkah awal membangun sinergi atau kolaborasi antara KTHK dan Yayasan PETAI yang akan menjalankan program pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan terhadap 11 KTHK dan 6 calon KTHK lainnya.
Sebelumnya, pada September 2018, Balai Besar TNGL telah menerbitkan 11 Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan 11 KTHK di Sekoci. Adanya pengakuan dari KTHK terhadap kawasan yang mereka rambah sebagai TNGL serta jaminan untuk mengelola secara lestari dengan menganut prinsip-prinsip konservasi, menjadi modal utama bagi terbitnya izin Kemitraan Konservasi pada kawasan tersebut dengan mengacu pada Perdirjen No 6 Tahun 2018. Kemitraan konservasi merupakan salah satu target nasional yang menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat desa yang tinggal sekitar kawasan untuk terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta sinergi dari seluruh stakeholder sebagai salah satu solusi untuk mengatasi deforestasi sekaligus mendukung perkonomian masyarakat sekitar kawasan penyangga.
Kegiatan yang dikawal langsung oleh Bapak Ir. Jefry Susyafrianto, MM selaku Kepala Balai Besar TNGL diawali dengan mendengarkan tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh 11 KTHK yang sudah ada, serta mendengarkan kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh KTHK.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser Bapak Ir. Jefry Susyafrianto, MM sedang mengunjungi salah satu persemaian yang sudah dibangun oleh KTHK
Tantangan terbesar yang dihadapi olehTNGLyang telah diakui secara internasional sebagai Biosphere Reserve oleh UNESCO (1981), Asean Heritage Park oleh ASEAN Centre for Biodiversity (1984), dan World Heritage Park bersama TNKS dan TNBBS oleh World Heritage Committee (2004) adalah ancaman deforestasi dan perambahan kawasan seperti pertanian monokultur (kelapa sawit, karet, dsb) serta pembangunan infrastruktur. Perambahan seringkali diikuti masalah lain seperti penebangan liar dan perburuan.
“Pendampingan KTHK yang akan dilakukan oleh Yayasan PETAI ini dirasa sangat baik dan akan sangat membantu kami khususnya TNGL dalam melakukan pemetaan dan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh KTHK” ungkap Cak Rus, Kepala Bidang Wilayah III TNGL.
Yayasan PETAI akan mengintervensi sekitar 1.000 Ha kawasan TNGL sebagai areal Kemitraan Konservasi melalui penguatan pendampingan kelembagaan dan pemulihan ekosistem. Jumlah target ini juga akan berkontribusi terhadap pencapaian IKK BBTNGL. Pada prakteknya nanti, Yayasan PETAI berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas KTHK melalui program-program pelatihan dan pemberdayaan KTHK. Kolaborasi multipihak juga menjadi strategi yang penting dalam implementasi program untuk memastikan bahwa 11 dan 6 KTHK yang ada mampu mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola areal kemitraan konservasi mereka. Adapun kegiatan yang paling dekat, Yayasan PETAI akan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi terhadap Forkopimda Langkat pada 17 Desember 2019 yang tidak hanya melibatkan pemerintah daerah tetapi juga aparatur penegakan hukum.